Welcome to My Blog, guys:-D

Senin, 23 Juni 2014

Tugas Softskill

Dana Rekonstruksi Gempa Padang Diduga Dikorupsi Ketua Pokmas

Padang - Penyaluran dana gempa 2009 di Kota Padang masih menyisakan beberapa permasalahan. Sedikitnya, 25 kepala keluarga di Kampungjua, Kecamatan Lubukbegalung menjadi korban, mengeluhkan besarnya “upeti” yang harus dibayarkan supaya bisa menerima dana gempa tersebut, yakni berkisar Rp 1 juta – Rp 2 juta.
Dana itu dipungut Ketua Kelompok Masyarakat (Pokmas) Melati, Mulyani, 31, yang juga Ketua RT04/RW01. Modus yang dilakukan Ketua Pokmas Melati itu, dengan cara menakut-nakuti korban gempa, kalau tidak membayar warga tidak akan menerima. Selain itu, warga yang tidak membayar harus mengurus sendiri. Karena buta dengan prosedur, warga terpaksa menyerahkan uang itu ke ketua Pokmas.
“Uang itu kami bayarkan dua kali. Pertama kami membayar Rp 1 juta pada Januari (tahap I), setelah itu Maret (tahap II) kami juga diharuskan membayar ke ketua Pokmas Rp 1 juta lagi. Menurut Mulyani, dana itu akan diserahkan kepada fasilitator dan kepada preman di wilayah itu,” ujar salah seorang korban gempa di RT04/ RW 01 yang minta namanya tidak disebutkan. Korban rumah rusak sedang itu, mengaku dipaksa memberikan uang, setelah menerima dana gempa tahap I sebesar Rp 5 juta dan tahap II Rp 5 juta. “Ketua Pokmas tersebut memberikan dana gempa itu malam hari. Saat itu, ia langsung meminta jatahnya Rp 1 juta. Karena dipaksa dan tidak ingin menimbulkan masalah, uang tersebut saya berikan malam itu juga, sehingga saya hanya menerima Rp 8 juta,” jelasnya.
Kebijakan itu dilakukan sepihak. Sebelum memotong uang itu, ketua Pokmas pernah melakukan rapat, namun rapat itu tidak dihadiri oleh fasilitator, Tim Pendamping Masyarakat (TPM), bahkan Lurah setempat.
Di tempat terpisah, warga lainnya dari RT05/ RW02, yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ia dikenai “upeti” sebesar Rp 2 juta. Tapi, ia hanya memberikan uang tersebut Rp 1 juta ke ketua pokmas. Sementara untuk kedua kalinya, ia tak mau membayarkan lagi, setelah ditanyakan kepada fasilitator, Sutomo, yang tidak mengakui dana itu untuk dirinya.
“Saya dan keluarga ditakut-takuti ketua Pokmas. Kalau tidak membayar, akan didatangi preman, karena sebagian uang itu akan diberikan ke mereka. Namun gertakan tersebut tidak pernah terbukti selama ini, dan saya hanya menerima uang Rp 9 juta,” ujarnya.
Menurutnya, uang Rp 2 juta disetorkan oleh 20 KK yang menjadi korban gempa. Sementara yang hanya membayarkan uang Rp 1 juta hanya berjumlah lima orang. Setelah dilakukan pengecekan dengan cara menanyai kepada korban gempa lain yang berada di kelompok Melati beberapa waktu lalu.
Ketua Pokmas Melati Mulyani saat ditemui wartawan kemarin (28/3) mengatakan, dirinya tak pernah melakukan pemotongan dana gempa ke warga. Namun ia mengakui, menerima uang pamrih yang diberikan 25 warga korban gempa Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. “Tidak benar saya melakukan pemotongan dana gempa itu. Namun saat memberikan uang kepada warga, warga memberikan saya uang pamrih atau uang jasa, karena telah membantu warga mendapatkan dana tersebut,” jelasnya.
Dilanjutkannya, ia tidak pernah mengatakan kepada warga seputar pemotongan dana untuk preman. Ia juga membantah menyerahkan dana gempa tersebut pada siang hari, bukan malam hari sesuai penuturan warga. Adanya indikasi pemotongan dana gempa di tengah warga Kampungjua Rp 1 juta sampai Rp 2 juta tersebut, menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti, Adhi Wibowo, merupakan tindak pidana intimidasi dan pengancaman pada warga sesuai Pasal 368 KUHPidana.
“Dalam pasal itu telah disebutkan, orang yang melanggar pasal tersebut diancam hukuman maksimal sembilan tahun penjara. Namun, kalau ketua Pokmas tersebut mengambil uang sebelum menyerahkannya kepada warga, maka ia akan diganjar dengan UU No 20/ 2002, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya, yang dihubungi melalui telepon.
Menyikapi indikasi itu, hari ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang menurunkan tim menelusuri informasi tersebut. “Kami akan langsung melakukan pengecekan terkait kasus tersebut. Kalau nantinya terbukti, masyarakat setempat bersama BPBD akan melaporkan kasus tersebut ke polisi. Ini perlu sebagai efek jera terhadap orang-orang yang berniat mengambil keuntungan terhadap korban gempa,” jelas Kepala BPBD Padang, Dedi Henidal. (kd)
Sumber: jpnn, Selasa, 29 Maret 2011
Sumber Foto: tempointeraktif.com



Analisa :
            Menurut saya kasus ini merupakan suatu hal yang sangat memalukan.Ketika warga sedang kesusahan akibat adanya bencana gempa ketua Pokmas tersebut malah melakukan tindakan yang tidak sepantasnya,walaupun ia tidak mengakuinya. Sebagai ketua Pokmas ia harusnya memperjuangkan nasib masyarakat,bukannya malah mengambil keuntungan untuk diri sendiri.hal ini membuat masyarakat makin terbebani dari segi ekonomi,mental mereka pun juga tertekan. Warga-warga sangat membutuhkan tempat untuk tinggak akibat rumahnya hancur karena gempa.keadaan ini sungguh sangat memprihatinkan.padahal masyarakat hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp.5 juta dan itupun dilakukan 2 tahap. Tetapi untuk mendapatkan bantuan tersebut masyarakat malah dipungut biaya,padahal itu adalah hak mereka yang harusnya mereka terima tanpa syarat apapun. Dengan dana bantuan yang tidak terlalu besar tersebut,masyarakat bisa memulai hidup yang lebih baik. Harusnya upeti tidak lagi diterapkan kepada masyarakat masyarakat kecil.
Dalam kasus ini harusnya badan penanggulangan bencana mengawasi kegiatan kegiatan yang dilaksanakan dilapangan agar tidak terjadi ketimpangan ketimpangan seperti yang terjadi pada kasus diatas.Badan badan pengawas harus menjalankan tugasnya dengan rasa penuh tanggung jawab agar tidak ada miss communication antar instansi instansi
Dan hal yang paling penting adalah seharusnya warga Kampungjua, melaporkan hal itu ke polisi. Di ranah hukum, polisi pun harus segera menindaklanjuti laporan warga supaya, kasus tersebut jelas.Apalagi hal ini menyangkut hak hidup orang banyak. Ini masalah antara hak dan tanggung jawab antara lembaga-lembaga.