Dana
Rekonstruksi Gempa Padang Diduga Dikorupsi Ketua Pokmas
Padang - Penyaluran dana gempa 2009 di Kota Padang
masih menyisakan beberapa permasalahan. Sedikitnya, 25 kepala keluarga di
Kampungjua, Kecamatan Lubukbegalung menjadi korban, mengeluhkan besarnya
“upeti” yang harus dibayarkan supaya bisa menerima dana gempa tersebut, yakni
berkisar Rp 1 juta – Rp 2 juta.
Dana itu dipungut Ketua Kelompok Masyarakat
(Pokmas) Melati, Mulyani, 31, yang juga Ketua RT04/RW01. Modus yang dilakukan
Ketua Pokmas Melati itu, dengan cara menakut-nakuti korban gempa, kalau tidak
membayar warga tidak akan menerima. Selain itu, warga yang tidak membayar harus
mengurus sendiri. Karena buta dengan prosedur, warga terpaksa menyerahkan uang
itu ke ketua Pokmas.
“Uang itu kami bayarkan dua kali. Pertama kami
membayar Rp 1 juta pada Januari (tahap I), setelah itu Maret (tahap II) kami
juga diharuskan membayar ke ketua Pokmas Rp 1 juta lagi. Menurut Mulyani, dana
itu akan diserahkan kepada fasilitator dan kepada preman di wilayah itu,” ujar
salah seorang korban gempa di RT04/ RW 01 yang minta namanya tidak disebutkan.
Korban rumah rusak sedang itu, mengaku dipaksa memberikan uang, setelah
menerima dana gempa tahap I sebesar Rp 5 juta dan tahap II Rp 5 juta. “Ketua
Pokmas tersebut memberikan dana gempa itu malam hari. Saat itu, ia langsung
meminta jatahnya Rp 1 juta. Karena dipaksa dan tidak ingin menimbulkan masalah,
uang tersebut saya berikan malam itu juga, sehingga saya hanya menerima Rp 8
juta,” jelasnya.
Kebijakan itu
dilakukan sepihak. Sebelum memotong uang itu, ketua Pokmas pernah melakukan
rapat, namun rapat itu tidak dihadiri oleh fasilitator, Tim Pendamping
Masyarakat (TPM), bahkan Lurah setempat.
Di tempat terpisah, warga lainnya dari RT05/
RW02, yang juga tidak mau disebutkan namanya mengatakan, ia dikenai “upeti”
sebesar Rp 2 juta. Tapi, ia hanya memberikan uang tersebut Rp 1 juta ke ketua
pokmas. Sementara untuk kedua kalinya, ia tak mau membayarkan lagi, setelah
ditanyakan kepada fasilitator, Sutomo, yang tidak mengakui dana itu untuk
dirinya.
“Saya dan
keluarga ditakut-takuti ketua Pokmas. Kalau tidak membayar, akan didatangi
preman, karena sebagian uang itu akan diberikan ke mereka. Namun gertakan
tersebut tidak pernah terbukti selama ini, dan saya hanya menerima uang Rp 9
juta,” ujarnya.
Menurutnya, uang Rp 2 juta disetorkan oleh 20 KK
yang menjadi korban gempa. Sementara yang hanya membayarkan uang Rp 1 juta
hanya berjumlah lima orang. Setelah dilakukan pengecekan dengan cara menanyai
kepada korban gempa lain yang berada di kelompok Melati beberapa waktu lalu.
Ketua Pokmas
Melati Mulyani saat ditemui wartawan kemarin (28/3) mengatakan, dirinya tak
pernah melakukan pemotongan dana gempa ke warga. Namun ia mengakui, menerima
uang pamrih yang diberikan 25 warga korban gempa Rp 50 ribu-Rp 100 ribu. “Tidak
benar saya melakukan pemotongan dana gempa itu. Namun saat memberikan uang
kepada warga, warga memberikan saya uang pamrih atau uang jasa, karena telah
membantu warga mendapatkan dana tersebut,” jelasnya.
Dilanjutkannya, ia tidak pernah mengatakan kepada
warga seputar pemotongan dana untuk preman. Ia juga membantah menyerahkan dana
gempa tersebut pada siang hari, bukan malam hari sesuai penuturan warga. Adanya
indikasi pemotongan dana gempa di tengah warga Kampungjua Rp 1 juta sampai Rp 2
juta tersebut, menurut Dekan Fakultas Hukum Universitas Eka Sakti, Adhi Wibowo,
merupakan tindak pidana intimidasi dan pengancaman pada warga sesuai Pasal 368
KUHPidana.
“Dalam pasal
itu telah disebutkan, orang yang melanggar pasal tersebut diancam hukuman
maksimal sembilan tahun penjara. Namun, kalau ketua Pokmas tersebut mengambil
uang sebelum menyerahkannya kepada warga, maka ia akan diganjar dengan UU No
20/ 2002, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” ujarnya, yang dihubungi
melalui telepon.
Menyikapi
indikasi itu, hari ini, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang
menurunkan tim menelusuri informasi tersebut. “Kami akan langsung melakukan
pengecekan terkait kasus tersebut. Kalau nantinya terbukti, masyarakat setempat
bersama BPBD akan melaporkan kasus tersebut ke polisi. Ini perlu sebagai efek
jera terhadap orang-orang yang berniat mengambil keuntungan terhadap korban
gempa,” jelas Kepala BPBD Padang, Dedi Henidal. (kd)
Sumber: jpnn,
Selasa, 29 Maret 2011
Sumber Foto:
tempointeraktif.com
Analisa :
Menurut
saya kasus ini merupakan suatu hal yang sangat memalukan.Ketika warga sedang
kesusahan akibat adanya bencana gempa ketua Pokmas tersebut malah melakukan
tindakan yang tidak sepantasnya,walaupun ia tidak mengakuinya. Sebagai ketua
Pokmas ia harusnya memperjuangkan nasib masyarakat,bukannya malah mengambil
keuntungan untuk diri sendiri.hal ini membuat masyarakat makin terbebani dari
segi ekonomi,mental mereka pun juga tertekan. Warga-warga sangat membutuhkan
tempat untuk tinggak akibat rumahnya hancur karena gempa.keadaan ini sungguh
sangat memprihatinkan.padahal masyarakat hanya mendapatkan bantuan sebesar Rp.5
juta dan itupun dilakukan 2 tahap. Tetapi untuk mendapatkan bantuan tersebut
masyarakat malah dipungut biaya,padahal itu adalah hak mereka yang harusnya
mereka terima tanpa syarat apapun. Dengan dana bantuan yang tidak terlalu besar
tersebut,masyarakat bisa memulai hidup yang lebih baik. Harusnya upeti tidak
lagi diterapkan kepada masyarakat masyarakat kecil.
Dalam kasus ini harusnya badan penanggulangan
bencana mengawasi kegiatan kegiatan yang dilaksanakan dilapangan agar tidak
terjadi ketimpangan ketimpangan seperti yang terjadi pada kasus diatas.Badan
badan pengawas harus menjalankan tugasnya dengan rasa penuh tanggung jawab agar
tidak ada miss communication antar instansi instansi
Dan hal yang paling penting adalah seharusnya
warga Kampungjua, melaporkan hal itu ke polisi. Di ranah hukum, polisi pun
harus segera menindaklanjuti laporan warga supaya, kasus tersebut jelas.Apalagi
hal ini menyangkut hak hidup orang banyak. Ini masalah antara hak dan tanggung
jawab antara lembaga-lembaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar